(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
BILAL bin Rabbah adalah salah satu sosok Muslim yang sudah
tidak asing lagi di telinga kita. Dialah sosok muadzin pertama. Beliau telah lebih dahulu mendengar seruan Rasulullah SAW yang membawa agama Islam, yang menyeru untuk beribadah kepada Allah yang Esa.
Meninggalkan berhala, menggalakkan persamaan antara sesama manusia, memerintahkan kepada akhlak yang mulia. Sebagaimana beliau juga selalu mengikuti pembicaraan para pemuka Quraisy seputar Nabi Muhammad SAW.
Setelah Nabi SAW dan kaum muslimin hijrah ke Madinah dan menetap disana, Rasulullah SAW memilih Bilal untuk menjadi muadzin pertama. Bilal tidak hanya ditugaskan pada seputar adzan saja, tapi juga selalu menyertai Rasulullah SAW dalam setiap peperangan.
Sejak Rasulullah wafat, Bilal meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak lagi melantukan Adzan di puncak Masjid Nabawi di Madinah. Bahkan permintaan Khalifah Abu Bakar, yang kembali memintanya untuk menjadi muadzin ia penuhi.
Dengan kesedihan yang mendalam Bilal berkata,
“Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”
Khalifah Abu Bakar pun bisa memahami kesedihan Bilal dan tak lagi memintanya untuk kembali menjadi muadzin di Masjid Nabawi, melantunkan Adzan panggilan umat muslim untuk menunaikan shalat fardhu.
Kesedihan Bilal akibat wafatnya Rasulullah tidak bisa hilang dari dalam hatinya. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan Madinah, bergabung dengan pasukan Fath Islamy hijrah ke negeri Syam. Bilal kemudian tinggal di Kota Homs, Syria.
Sekian lamanya Bilal tak berkunjung ke Madinah, hingga pada suatu malam, Rasulullah Muhammad SAW hadir dalam mimpinya. Dengan suara lembutnya Rasulullah menegur Bilal,
“Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?“
Bilal pun segera terbangun dari tidurnya. Tanpa berpikir panjang, Ia mulai mempersiapkan perjalanan untuk kembali ke Madinah. Bilal berniat untuk ziarah ke makam Rasulullah setelah sekian tahun lamanya Ia meninggalkan Madinah.
Setibanya di Madinah, Bilal segera menuju makam Rasulullah. Tangis kerinduannya membuncah, cintanya kepada Rasulullah begitu besar. Cinta yang tulus karena Allah kepada Baginda Nabi yang begitu dalam.
Pada saat yang bersamaan, tampak dua pemuda mendekati Bilal. Kedua pemuda tersebut adalah Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Masih dengan berurai air mata, Bilal tua memeluk kedua cucu kesayangan Rasulullah tersebut.
Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah, juga turut haru melihat pemandangan tersebut. Kemudian salah satu cucu Rasulullah itupun membuat sebuah permintaan kepada Bilal.
“Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami.”
Umar bin Khattab juga ikut memohon kepada Bilal untuk kembali mengumandangkan Adzan di Masjid Nabawi, walaupun hanya satu kali saja. Bilal akhirnya mengabulkan permintaan cucu Rasulullah dan Khalifah Umar Bin Khattab.
Saat tiba waktu shalat, Bilal naik ke puncak Masjid Nabawi, tempat Ia biasa kumandangkan Adzan seperti pada masa Rasulullah masih hidup. Bilal pun mulai mengumandangkan Adzan.
Saat lafadz “Allahu Akbar” Ia kumandangkan, seketika itu juga seluruh Madinah terasa senyap. Segala aktifitas dan perdagangan terhenti. Semua orang sontak terkejut, suara lantunan Adzan yang dirindukan bertahun-tahun tersebut kembali terdengar dengan merdunya.
Kemudian saat Bilal melafadzkan “Asyhadu an laa ilaha illallah“, penduduk Kota Madinah berhamburan dari tempat mereka tinggal, berlarian menuju Masjid Nabawi. Bahkan dikisahkan para gadis dalam pingitan pun ikut berlarian keluar rumah mendekati asal suara Adzan yang dirindukan tersebut.
Puncaknya saat Bilal mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah“, seisi Kota Madinah pecah oleh tangis dan ratapan pilu, teringat kepada masa indah saat Rasulullah masih hidup dan menjadi imam shalat berjamaah.
Tangisan Khalifah Umar bin Khattab terdengar paling keras. Bahkan Bilal yang mengumandangkan Adzan tersebut tersedu-sedu dalam tangis, lidahnya tercekat, air matanya tak henti-hentinya mengalir. Bilal pun tidak sanggup meneruskan Adzannya, Ia terus terisak tak mampu lagi berteriak melanjutkan panggilan mulia tersebut.
Hari itu Madinah mengenang kembali masa saat Rasulullah masih ada diantara mereka. Hari itu, Bilal melantukan adzan pertama dan terakhirnya semenjak kepergian Rasulullah. Adzan yang tak bisa dirampungkannya. []
Sumber: 101 Kisah Teladan.
tidak asing lagi di telinga kita. Dialah sosok muadzin pertama. Beliau telah lebih dahulu mendengar seruan Rasulullah SAW yang membawa agama Islam, yang menyeru untuk beribadah kepada Allah yang Esa.
Meninggalkan berhala, menggalakkan persamaan antara sesama manusia, memerintahkan kepada akhlak yang mulia. Sebagaimana beliau juga selalu mengikuti pembicaraan para pemuka Quraisy seputar Nabi Muhammad SAW.
Setelah Nabi SAW dan kaum muslimin hijrah ke Madinah dan menetap disana, Rasulullah SAW memilih Bilal untuk menjadi muadzin pertama. Bilal tidak hanya ditugaskan pada seputar adzan saja, tapi juga selalu menyertai Rasulullah SAW dalam setiap peperangan.
Sejak Rasulullah wafat, Bilal meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak lagi melantukan Adzan di puncak Masjid Nabawi di Madinah. Bahkan permintaan Khalifah Abu Bakar, yang kembali memintanya untuk menjadi muadzin ia penuhi.
Dengan kesedihan yang mendalam Bilal berkata,
“Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”
Khalifah Abu Bakar pun bisa memahami kesedihan Bilal dan tak lagi memintanya untuk kembali menjadi muadzin di Masjid Nabawi, melantunkan Adzan panggilan umat muslim untuk menunaikan shalat fardhu.
Kesedihan Bilal akibat wafatnya Rasulullah tidak bisa hilang dari dalam hatinya. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan Madinah, bergabung dengan pasukan Fath Islamy hijrah ke negeri Syam. Bilal kemudian tinggal di Kota Homs, Syria.
Sekian lamanya Bilal tak berkunjung ke Madinah, hingga pada suatu malam, Rasulullah Muhammad SAW hadir dalam mimpinya. Dengan suara lembutnya Rasulullah menegur Bilal,
“Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?“
Bilal pun segera terbangun dari tidurnya. Tanpa berpikir panjang, Ia mulai mempersiapkan perjalanan untuk kembali ke Madinah. Bilal berniat untuk ziarah ke makam Rasulullah setelah sekian tahun lamanya Ia meninggalkan Madinah.
Setibanya di Madinah, Bilal segera menuju makam Rasulullah. Tangis kerinduannya membuncah, cintanya kepada Rasulullah begitu besar. Cinta yang tulus karena Allah kepada Baginda Nabi yang begitu dalam.
Pada saat yang bersamaan, tampak dua pemuda mendekati Bilal. Kedua pemuda tersebut adalah Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Masih dengan berurai air mata, Bilal tua memeluk kedua cucu kesayangan Rasulullah tersebut.
Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah, juga turut haru melihat pemandangan tersebut. Kemudian salah satu cucu Rasulullah itupun membuat sebuah permintaan kepada Bilal.
“Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami.”
Umar bin Khattab juga ikut memohon kepada Bilal untuk kembali mengumandangkan Adzan di Masjid Nabawi, walaupun hanya satu kali saja. Bilal akhirnya mengabulkan permintaan cucu Rasulullah dan Khalifah Umar Bin Khattab.
Saat tiba waktu shalat, Bilal naik ke puncak Masjid Nabawi, tempat Ia biasa kumandangkan Adzan seperti pada masa Rasulullah masih hidup. Bilal pun mulai mengumandangkan Adzan.
Saat lafadz “Allahu Akbar” Ia kumandangkan, seketika itu juga seluruh Madinah terasa senyap. Segala aktifitas dan perdagangan terhenti. Semua orang sontak terkejut, suara lantunan Adzan yang dirindukan bertahun-tahun tersebut kembali terdengar dengan merdunya.
Kemudian saat Bilal melafadzkan “Asyhadu an laa ilaha illallah“, penduduk Kota Madinah berhamburan dari tempat mereka tinggal, berlarian menuju Masjid Nabawi. Bahkan dikisahkan para gadis dalam pingitan pun ikut berlarian keluar rumah mendekati asal suara Adzan yang dirindukan tersebut.
Puncaknya saat Bilal mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah“, seisi Kota Madinah pecah oleh tangis dan ratapan pilu, teringat kepada masa indah saat Rasulullah masih hidup dan menjadi imam shalat berjamaah.
Tangisan Khalifah Umar bin Khattab terdengar paling keras. Bahkan Bilal yang mengumandangkan Adzan tersebut tersedu-sedu dalam tangis, lidahnya tercekat, air matanya tak henti-hentinya mengalir. Bilal pun tidak sanggup meneruskan Adzannya, Ia terus terisak tak mampu lagi berteriak melanjutkan panggilan mulia tersebut.
Hari itu Madinah mengenang kembali masa saat Rasulullah masih ada diantara mereka. Hari itu, Bilal melantukan adzan pertama dan terakhirnya semenjak kepergian Rasulullah. Adzan yang tak bisa dirampungkannya. []
Sumber: 101 Kisah Teladan.
info cerita yang bagus
ReplyDeleteSELAPUT DARA BUATAN KEMBALIKAN KEPERAWANAN
ALAT PEMBESAR PENIS ALAMI
ALAT BANTU SEX PRIA
ALAT BANTU SEX WANITA
VAGINA ELEKTRIK
VAGINA MANUAL
PENIS ELEKTRIK
PENIS MANUAL
OBAT KUAT PRIA
OBAT PELANGSING BADAN ALAMI
OBAT PERANGSANG WANITA
OBAT PERANGSANG CAIR
OBAT PERANGSANG SERBUK
OBAT TIDUR ALAMI
OBAT PERANGSANG SPRAY
OBAT PENGGEMUK BADAN HERBAL
AKSESORIS SEX PRIA WANITA
OBAT MATA HERBAL
SEMENAX OBAT HERBAL PENAMBAH SPERMA
CELANA HERNIA MAGNETIK
OBAT PEMBESAR PAYUDARA ALAMI
MINYAK PEMBESAR PENIS
OBAT PEMBESAR PENIS