Sunday 23 October 2016

Benarkah Ada Onani yang Dibolehkah dalam Islam?

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Ada salah satu pertanyaan yang menggelitik dari seorang teman mengenai
onani. Walau terkesan sangat privacy, namun sebenarnya apakah hukum fiqih onani itu sudah ketahui oleh sahabat Ummi? Dan apakah benar ada onani yang diperbolehkan dalam Islam?

Benarkah Ada Onani yang Dibolehkah dalam Islam?


Semua hal di dunia ini tanpa kecuali mempunyai pertangungjawaban di akherat  kelak. Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat tidak akan bergerak, hingga dia ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. Tentang ilmunya, untuk apa dia amalkan. Tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan kemana dia belanjakan. Dan tentang badannya, untuk apa dia gunakan. (HR. Turmudzi 2417, ad-Darimi 554, dan dishahihkan al-Albani)

Dari sini bisa disimpulkan, harta, badan, ilmu, semuanya dimintai pertanggungjawaban tanpa kecuali. Dan seperti halnya juga saat kita memiliki anak, suami, atau istri bukan berarti kita bebas memperlakukan mereka sekehendak hati, begitu pula dalam urusan berjima atau urusan ranjang. Ada aturan-aturan dalam fiqih Islam yang tak begitu saja boleh dilanggar. Tak sembarang melakukan, tak sembarang gaya boleh dilakukan.

Jika seorang suami ingin melakukan onani sendiri atau dengan bantuan orang lain selain istri atau (zaman dahulu adalah budaknya), maka hal itu tidak diperkenankan, walaupun sang suami sudah minta izin terlebih dahulu kepada istrinya. Karena hal tersebut bukan tentang istri yang meluluskan perkara itu, namun sudah ada aturan dalam Islam:

Dalil pokok yang melarang onani adalah firman Allah,

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,  kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mukminun: 5 – 7)

Islam sudah mengatur bagaimana seorang lelaki seharusnya menyalurkan syahwatnya. Karena selain dari itu, berarti termasuk orang-orang yang melampui batas. Namun ada beberapa permasalahan yang cukup penting, saat istri haid dan suami ingin melepaskan syahwatnya bagaimana harus berperilaku?

Ternyata jawabannya suami boleh melakukan onani yang halal bukan dengan orang lain selain istrinya atau melakukannya sendiri namun dengan tubuh istrinya selain melalui dubur dan mulut.

Potongan ayat Al Mukminun diatas yang menjadi dasar hal ini adalah:

”Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki”

Baca juga: Masturbasi Bagi yang Sudah Menikah, Bolehkah?

Selain itu saat haid boleh suami istri berinteraksi dalam bentuk cumbu atau bermesraan selain daerah bawah pusar sampai lutut. Hal ini ada kesepakatan ulama dengan dalil:

“Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku”. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Imam Ahmad, dan beberapa ulama hanafiyah, malikiyah dan syafiiyah berpendapat bahwa itu dibolehkan. Dan pendapat inilah yang dikuatkan An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (3/205).

Lalu, bagaimana jika suami ingin melakukan onani saat istri haid dengan menggunakan tangan istri? Hal ini bisa dijawab dengan. Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika para sahabat menanyakan tentang istri mereka pada saat haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302)

Menurut beberapa ulama, kata ‘nikah’ itu berarti hubungan intim ini dalau Aunul ma’bud, 1/302.

Untuk itu sahabat Ummi, pengetahuan mengenai onani ini bukan hal sepele bagi yang belum paham. Pada saat darurat, dimana istri sedang haid, maka mendekati istri untuk mencumbunya diperbolehkan, bahkan ada ulama yang menafsirkan ‘bisa menggunakan tangan istri’ untuk membantu mencapai klimaks-nya. Namun jika para suami berkenan untuk ‘menunda’ keinginannya itu lebih baik. Penafsiran yang berbeda, tidak perlu ditanggapi dengan gegap gempita. Setiap orang mempunyai pegangan dengan dalil masing-masing yang shahih, dan mari pergunakan dalil-dalil dan pendapat para ulama dengan sebijaksananya.

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Benarkah Ada Onani yang Dibolehkah dalam Islam?

1 komentar: