Monday, 7 November 2016

Hukum Fiqih Zina, Apa Sajakah yang Termasuk Zina?

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Selama ini saya berkeyakinan bahwa yang diharamkan Islam
itu hanya perbuatan zina saja (hubungan seksual yang terjadi antara dua lawan jenis diluar pernikahan).

Hukum Fiqih Zina, Apa Sajakah yang Termasuk Zina?


Tapi setelah saya berbincang-bincang dengan sahabat saya itu, saya diberi tahu kalau zina itu pengertiannya luas. Saya mohon Ummi menjelaskan  tentang zina itu sendiri dan segala macam bentuknya, jika terlanjur berzina apa sanksinya dan bagaimana upaya untuk menghindari rangsangan seksual tersebut?  Mudah-mudahan saya bisa menjauhinya. Mohon doanya ya Ummi.

Putri, Bumi Permai kota X

Jawaban:
Nanda Putri yang sholehah. Zina adalah hubungan kelamin (seks) yang terjadi antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan aqad  nikah. Ia termasuk dosa besar yang  penyebutannya diiringkan dengan perbuatan syirik dan membunuh sebagaimana Firman Allah swt : “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali  dengan (alasan) yang  benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina kecuali orang-orang yang bertaubat ..." (Al-Furqan: 68-70).

Jangankan untuk melakukan perzinahan, bahkan untuk mendekatinya saja sudah terlarang  “Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. 17:16).

Perbuatan zina itu ada dua kategori, pertama zina yang menyebabkan jatuhnya hukuman (had), kedua zina yang tidak menyebabkan jatuhnya hukuman namun tetap berdosa.

Untuk menjatuhkan hukuman zina ini tidaklah semudah yang dibayangkan orang, sebab ada syarat yang harus dipenuhi apabila perbuatan zina itu terbukti yaitu adanya pengakuan dari orang yang berbuat zina (pelakunya), atau disaksikan oleh empat orang saksi (semuanya laki-laki) dan mereka menyaksikan masuknya zakar ke dalam farji, atau kehamilan yang terjadi pada pihak perempuan. Tentu saja hukuman ini dilakukan oleh penguasa/pemerintah, bukan orang tua atau sanak keluarga. Hukuman yang diberikan pada pezina yang belum menikah dan yang sudah menikah berbeda. Bagi yang belum menikah, maka hukumannya adalah di cambuk (jilid/dera) seratus kali dan diasingkan selama setahun (QS. An-Nur : 2).

Sedangkan bagi seseorang yang sudah menikah maka hukumannya adalah rajam (sampai meninggal), sebagaimana hadis shohih yang diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim, Rasulullah saw bersabda : “Tidak dihalalkan (menumpahkan) darah seorang muslim yang bersaksi bahwa ‘Tidak ada ilah selain Allah dan bahwa sesungguhnya aku adalah Rasul Allah’, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara : orang yang sudah menikah yang berzina, pembunuh (tanpa hak/benar) serta orang yang meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari jamaah (kaum muslimin)”.

Perbuatan yang termasuk zina ( yang ada sanksi hukumnya) antara lain adalah :

1-    Liwath (homosex), menurut Asy-Syafi’I, Malik, Ahmad dan Abu Yusuf bahwa liwath termasuk perbuatan zina. Jumhur fuqoha dan imam mujtahid menghukum pelaku liwath ini dengan dibunuh. Sabda Rasulullah saw dalam hadis At-Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah : Barangsiapa yang kamu dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah si fa’il (pelakunya) dan maf’ul bihnya (orang yang di liwathi) .

2-    Lesbian, ini juga termasuk zina sebagaimana yang dilakukan oleh para homosex.

3-    Berzina dengan binatang. Al-Baihaqi dan lainnya meriwayatkan dari Mifdhal dari Ikrimah bahwa Nabi saw bersabda “Bunuhlah orang yang melakukan liwath dan yang diliwathi, dan orang yang berzina dengan binatang”.

4-    Berzina dengan mayat. Semua ulama menyatakan perbuatan ini adalah mungkar dan menurut ulama Maliki pelakunya wajib di hukum sebagaimana orang yang berzina dengan orang yang masih hidup.

Sedangkan zina yang tidak ada sangsi hukumnya (had) adalah segala perbuatan  yang dilakukan oleh anggota tubuh yang mendekati zina. Hadis shohih yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhoni (Bukhari & Muslim) dari Abu Hurairoh, bahwa Nabi saw bersabda “Pasti dicatat bagi anak Adam bagiannya dari pada zina. Ia pasti mengetahuinya; dua mata berzina dengan memandang, dua telinga berzina dengan mendengarkan, lisan berzina dengan berbicara, tangan berzina dengan memegang, kaki berzina dengan melangkah, hati berzina dengan menginginkan dan berkhayal dan itu akan dibenarkan atau didustakan  oleh kemaluan”.

Karena itulah ketika Allah mengharamkan perbuatan zina, bentuk perintahnya memakai kata ‘la taqrabuu’ (jangan dekati), tidak memakai kata yang langsung dengan ‘la taf’aluu’ (jangan lakukan), seperti yang terdapat dalam  surat al-Isra’ : 32 (Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk).

Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa sebagian besar maksiat yang terjadi  pada seorang hamba masuk melalui empat pintu, yaitu al-Lahazhat (pandangan pertama), al-Khatharat (pikiran yang melintas di benak), al-Lafazhat (lidah dan ucapan), al-Khathawat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan). Beliau menegaskan bahwa asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia dimulai dari pandangan, sebab pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, pikiran itulah yang melahirkan syahwat kemudian memunculkan keinginan yang menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya apa yang tadinya hanya melintas dalam pikiran dapat berubah menjadi kenyataan (tentu saja hal ini memerlukan proses waktu).

Karena bahayanya pandangan inilah, maka Allah menurunkan wahyu-Nya khusus bagi laki-laki dalam surat an-Nur ayat 30 dan  bagi wanita ayat 31.

Menjaga pandangan bukan berarti menutup atau memejamkan  mata atau menundukkan kepala, namun lebih kepada menjaganya dan tidak melepas kendalinya secara liar, tidak memandang lawan jenis dengan berlama-lama (menikmatinya) dan tidak mengamati kecantikan/kegantengannya dan tidak memelototi yang dilihatnya.

Sayyid Qutb dalam’Fi Zilalil Quran’ mengatakan  bahwa tujuan Islam dalam masalah menahan pandangan ini adalah mendirikan  suatu masyarakat yang bersih, yang tidak dapat digoncangkan oleh syahwat dan rangsangan birahi dalam setiap saat dan waktu.

Apabila mengharamkan sesuatu, Islam menutup semua jalan ke arah itu, dan mengharamkan semua sarana yang dapat mendorong rangsang syahwat untuk melakukan perbuatan keji tersebut. Sehingga apapun jenis kegiatan seseorang, bila terdapat unsur ‘syahwat’ disana maka perbuatan tersebut sudah mendekati zina, apakah hanya sekedar sms, chatting, mendengarkan perkataan birahi, bahkan berkhayal sekalipun dll.

Untuk menghindari rangsangan birahi/syahwat tersebut maka upaya untuk menghindarinya antara lain adalah dengan menjauhi rangsangan-rangsangan seksual, selalu berpuasa sunnah, mengisi kekosongan dengan aktivitas yang bermanfaat, bergaul dengan orang yang baik-baik, menanamkan rasa takut kepada Allah dll. Kalau  sudah siap, kenapa tidak menikah saja?

Sumber : ummi-online.com

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Hukum Fiqih Zina, Apa Sajakah yang Termasuk Zina?

0 komentar:

Post a Comment